Refleksi Kebebasan Seni Amudjo dalam Kleptosigns


Analisis Artikel:
Refleksi Kebebasan Seni Amudjo dalam Kleptosigns
Oleh: Nadya Mentari (0906639051)


Berikut sebuah artikel yang dimuat di The Jakarta Post pada tanggal 8 Juni 2000 mengenai pameran tunggal Asmudjo Jono Irianto yang bertajuk Kleptosign:

Klepto Signs reflects Asmujo's freedom of arts
BANDUNG (JP): Asmujo Jono Irianto is not a new man in the field of fine arts in Indonesia. He is a talented curator, a lecturer and a creative artist.
But, he shocked the public and art lovers here with his most recent work now displayed at Barak Gallery.
The exhibition entitled Klepto Signs which will run through June 11, exposes his two and three-dimensional works or more appropriately arranged as installation art works.
Asmujo's newest creations are a proof of his maturity both in his themes and techniques. His works are contemplative and insightful. They invite viewers to think and to be critical.
Graduated from the Bandung Institute of Technology's School of Arts and Design, Asmujo began to plunge into the art world in l987. His major was ceramic. Since then, Asmujo has been involved in various art activities in Indonesia and abroad.
In this solo exhibition, Asmujo presents a 1.8 meter metal statue entitledRonggowarsito Meets the Leopard Shark. It depicts the male figure of Ronggowarsito (named after the famous Javanese scholar Ronggowarsito) standing still. In front of the Ronggowarsito statue is a tiger shark with opened mouth.
The shark is connected to a gas tank through a rubber pipe placed at the back of the statue. When the tank is connected, it sends fire through the shark's mouth burning Ronggowarsito's face.
The figure of Ronggowarsito is placed there to symbolize the old wisdom. He was known as a prominent Javanese philosopher who was able to forecast the country's future. The odd position of Ronggowarsito metal statue, a tiger shark and fire portrays the chaotic condition happening in the country.
The destructive social, economic and political condition, symbolized by cold metal, shark and fire, was balanced by ancient wisdom of Ronggowarsito.
For the artist, this exhibition shows his freedom of expression: ""Art is a playground where artists are able to freely express and explore their ideas.""
This solo exhibition is Asmujo's playground. ""I don't want to regard art as a serious matter,"" the artist explained.
His other creations displayed at the gallery are satirical.
He mocks Leonardo Da Vinci's Monalisa, and works of Andy Warhol, YasumasaMorimura to those belonging to local artists like Anusapati and Herry Dono. Through this exhibition, Asmujo wants to free himself from the ""sacredness"" of arts. His Klepto Signs shows a blend of the signs of arts.
In the Invitation Card, Asmujo creates a parody of Frieda Kahlo's work. Asmujo's face was put on Frieda's work using a computerized technique. The idea of Morimura's parody of Monalisa was stolen by Asmujo through his triptic pictures (a combination of three pictures of Monalisa). The first picture was replaced by Asmujo's face, the second one is a pregnant and nude Monalisa with Asmujo's face while the third picture shows Asmujo's Monalisa bearing a baby in his stomach (uterus). What a dismaying picture!
For me, Asmujo's Klepto Signs, reflects Asmujo's articulate expressions of the current fine arts world. He clearly delineated the constellation of today's fine art world by flowing and following the mainstreams. He also entangled in the discourse in the art world--parody in fine arts, post modernism, local versus international trends, and tension between locality and universality.
I have always believed that Asmujo is a skilled ceramic artist. I regarded his solo exhibition as his gate to search for ""an original Asmujo.""
His fresh and playful ideas are not ""the real Asmujo's arts.""
I really expected Asmujo could come up with original ideas without adopting the kleptomaniac phenomenon or stealing other artists' works.
If Asmujo fails to find his inner self, then his solo exhibition is just a playground for him. No more, no less.
Artikel diatas menggambarkan sosok Asmudjo sebagai seorang seniman yang sudah tidak asing lagi di Indonesia. Selain sebagai seniman kreatif, Asmudjo juga adalah seorang dosen dan kurator yang berbakat. Dalam pemeran tunggal pertamanya yang bertajuk “Kleptosign” ini Asmudjo akan memamerkan beberapa hasil karya terbarunya baik dalam bentuk dua ataupun tga dimensi yang nantinya akan membentuk sebuah karya seni instalasi yang mengejutkan pengunjung. 
Pameran yang digelar di galeri Barak ini membuktikan kematangan dalam menentukan tema dan teknik Asmudjo dalam berseni. Karya-karyanya yang bersifat kontemplatif dan berwawasan mengundang pengunjung untuk berfikir dan bersikap kritis. Artikel ini mengemukakan bahwa karya-karya Asmudjo dalam pameran ini sangat merefleksikan jiwa bebas dari senimannya sendiri., pameran ini merupakan taman bermain di mana seniman dapat bebas mengekspresikan dan mengeksplorasi ide-ide mereka. Asmudjo juga menambahkan bahwa ia tidak ingin menganggap seni sebagai masalah yang serius. Dalam artikel ini juga disebutkan beberapa karya Asmudjo yang dipamerkan dalam pameran tersebut, yaitu:
  • Ronggowarsito bertemu hiu tutul
Karya seni instalasi ini terbuat dari logam dengan panjang 1,8 meter. Ini menggambarkan sosok laki-laki bernama Ronggowarsito dan di depan patung ini ada patung hiu tutul dengan mulut terbuka. Hiu itu terhubung ke tangki bensin melalui pipa karet yang ditempatkan di bagian belakang patung. Ketika tangki terhubung, ia mengirimkan api melalui mulut hiu membakar wajah Ronggowarsito. Sosok Ronggowarsito ditempatkan di sana untuk melambangkan kebijaksanaan lama. Ia dikenal sebagai seorang filsuf Jawa terkemuka yang mampu meramalkan masa depan. Sedangkan  hiu tutul dan api menggambarkan kekacauan yang terjadi di negeri ini.

  • Super Olympia
Dalam karyanya yang ini Asmudjo mencuri konsep Murimura yang mencuri konsep lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci. Kombinasi dari tiga gamPamar Monalisa dari Murimura tersebut dirubah oleh Asmudjo, Foto pertama digantikan oleh wajah Asmujo sendiri, yang kedua adalah Monalisa hamil dan telanjang dengan wajah Asmujo, sementara gambar ketiga menunjukkan bayi dalam perutnya (uterus).
Selain dua karya seni diatas, masih banyak lagi karya-karya Asmudjo yang ditampilkan dipameran tersebut. Sesuai dengan tajuk dari pameran tunggalnya yaitu “kleptosign”, Asmudjo banyak “mencuri” konsep-konsep dari seniman lain yang diadopsi dalam karya-karyanya tersebut. Sebagai contoh dalam Kartu Undangan, Asmujo menciptakan parodi karya Frieda Kahlo. Gambar wajah Asmujo dimasukkan pada pekerjaan Frieda dengan menggunakan teknik komputerisasi. Dia “mengolok-olok” Leonardo Da Vinci Monalisa, dan karya-karya Andy Warhol, Yasumasa Morimura, juga beberapa seniman lokal seperti Anusapati dan Herry Dono. Melalui pameran ini, Asmujo ingin membebaskan diri dari kesucian seni. Kleptosign-nya menunjukan campuran dari tanda-tanda seni.
Namun diakhir, artikel tersebut mengkritisi tentang karya-karya Asmudjo yang terlalu terbawa arus tren dunia seni, yaitu parody dalam seni rupa, post modernitas, dan ketegangan antara lokalitas dan universalitas. Dalam hal ini Asmudjo terkesan hanya mengikuti arus dunia seni, dan tidak ada ide asli dari dirinya sendiri hanya mengadopsi ide ide dari seniman lain. Hal ini sangat disayangkan karena Asmudjo bukanlah orang baru dalam belantika seni Indonesia. Secara keseluruhan, artikel ini cukup objektif dalam memandang karya-karya Asmudjo yang dikemas dalam pameran tunggal pertamanya. 

Leave a Reply

mentarinadya. Powered by Blogger.