Refleksi Kebebasan Seni Amudjo dalam Kleptosigns


Analisis Artikel:
Refleksi Kebebasan Seni Amudjo dalam Kleptosigns
Oleh: Nadya Mentari (0906639051)


Berikut sebuah artikel yang dimuat di The Jakarta Post pada tanggal 8 Juni 2000 mengenai pameran tunggal Asmudjo Jono Irianto yang bertajuk Kleptosign:

Klepto Signs reflects Asmujo's freedom of arts
BANDUNG (JP): Asmujo Jono Irianto is not a new man in the field of fine arts in Indonesia. He is a talented curator, a lecturer and a creative artist.
But, he shocked the public and art lovers here with his most recent work now displayed at Barak Gallery.
The exhibition entitled Klepto Signs which will run through June 11, exposes his two and three-dimensional works or more appropriately arranged as installation art works.
Asmujo's newest creations are a proof of his maturity both in his themes and techniques. His works are contemplative and insightful. They invite viewers to think and to be critical.
Graduated from the Bandung Institute of Technology's School of Arts and Design, Asmujo began to plunge into the art world in l987. His major was ceramic. Since then, Asmujo has been involved in various art activities in Indonesia and abroad.
In this solo exhibition, Asmujo presents a 1.8 meter metal statue entitledRonggowarsito Meets the Leopard Shark. It depicts the male figure of Ronggowarsito (named after the famous Javanese scholar Ronggowarsito) standing still. In front of the Ronggowarsito statue is a tiger shark with opened mouth.
The shark is connected to a gas tank through a rubber pipe placed at the back of the statue. When the tank is connected, it sends fire through the shark's mouth burning Ronggowarsito's face.
The figure of Ronggowarsito is placed there to symbolize the old wisdom. He was known as a prominent Javanese philosopher who was able to forecast the country's future. The odd position of Ronggowarsito metal statue, a tiger shark and fire portrays the chaotic condition happening in the country.
The destructive social, economic and political condition, symbolized by cold metal, shark and fire, was balanced by ancient wisdom of Ronggowarsito.
For the artist, this exhibition shows his freedom of expression: ""Art is a playground where artists are able to freely express and explore their ideas.""
This solo exhibition is Asmujo's playground. ""I don't want to regard art as a serious matter,"" the artist explained.
His other creations displayed at the gallery are satirical.
He mocks Leonardo Da Vinci's Monalisa, and works of Andy Warhol, YasumasaMorimura to those belonging to local artists like Anusapati and Herry Dono. Through this exhibition, Asmujo wants to free himself from the ""sacredness"" of arts. His Klepto Signs shows a blend of the signs of arts.
In the Invitation Card, Asmujo creates a parody of Frieda Kahlo's work. Asmujo's face was put on Frieda's work using a computerized technique. The idea of Morimura's parody of Monalisa was stolen by Asmujo through his triptic pictures (a combination of three pictures of Monalisa). The first picture was replaced by Asmujo's face, the second one is a pregnant and nude Monalisa with Asmujo's face while the third picture shows Asmujo's Monalisa bearing a baby in his stomach (uterus). What a dismaying picture!
For me, Asmujo's Klepto Signs, reflects Asmujo's articulate expressions of the current fine arts world. He clearly delineated the constellation of today's fine art world by flowing and following the mainstreams. He also entangled in the discourse in the art world--parody in fine arts, post modernism, local versus international trends, and tension between locality and universality.
I have always believed that Asmujo is a skilled ceramic artist. I regarded his solo exhibition as his gate to search for ""an original Asmujo.""
His fresh and playful ideas are not ""the real Asmujo's arts.""
I really expected Asmujo could come up with original ideas without adopting the kleptomaniac phenomenon or stealing other artists' works.
If Asmujo fails to find his inner self, then his solo exhibition is just a playground for him. No more, no less.
Artikel diatas menggambarkan sosok Asmudjo sebagai seorang seniman yang sudah tidak asing lagi di Indonesia. Selain sebagai seniman kreatif, Asmudjo juga adalah seorang dosen dan kurator yang berbakat. Dalam pemeran tunggal pertamanya yang bertajuk “Kleptosign” ini Asmudjo akan memamerkan beberapa hasil karya terbarunya baik dalam bentuk dua ataupun tga dimensi yang nantinya akan membentuk sebuah karya seni instalasi yang mengejutkan pengunjung. 
Pameran yang digelar di galeri Barak ini membuktikan kematangan dalam menentukan tema dan teknik Asmudjo dalam berseni. Karya-karyanya yang bersifat kontemplatif dan berwawasan mengundang pengunjung untuk berfikir dan bersikap kritis. Artikel ini mengemukakan bahwa karya-karya Asmudjo dalam pameran ini sangat merefleksikan jiwa bebas dari senimannya sendiri., pameran ini merupakan taman bermain di mana seniman dapat bebas mengekspresikan dan mengeksplorasi ide-ide mereka. Asmudjo juga menambahkan bahwa ia tidak ingin menganggap seni sebagai masalah yang serius. Dalam artikel ini juga disebutkan beberapa karya Asmudjo yang dipamerkan dalam pameran tersebut, yaitu:
  • Ronggowarsito bertemu hiu tutul
Karya seni instalasi ini terbuat dari logam dengan panjang 1,8 meter. Ini menggambarkan sosok laki-laki bernama Ronggowarsito dan di depan patung ini ada patung hiu tutul dengan mulut terbuka. Hiu itu terhubung ke tangki bensin melalui pipa karet yang ditempatkan di bagian belakang patung. Ketika tangki terhubung, ia mengirimkan api melalui mulut hiu membakar wajah Ronggowarsito. Sosok Ronggowarsito ditempatkan di sana untuk melambangkan kebijaksanaan lama. Ia dikenal sebagai seorang filsuf Jawa terkemuka yang mampu meramalkan masa depan. Sedangkan  hiu tutul dan api menggambarkan kekacauan yang terjadi di negeri ini.

  • Super Olympia
Dalam karyanya yang ini Asmudjo mencuri konsep Murimura yang mencuri konsep lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci. Kombinasi dari tiga gamPamar Monalisa dari Murimura tersebut dirubah oleh Asmudjo, Foto pertama digantikan oleh wajah Asmujo sendiri, yang kedua adalah Monalisa hamil dan telanjang dengan wajah Asmujo, sementara gambar ketiga menunjukkan bayi dalam perutnya (uterus).
Selain dua karya seni diatas, masih banyak lagi karya-karya Asmudjo yang ditampilkan dipameran tersebut. Sesuai dengan tajuk dari pameran tunggalnya yaitu “kleptosign”, Asmudjo banyak “mencuri” konsep-konsep dari seniman lain yang diadopsi dalam karya-karyanya tersebut. Sebagai contoh dalam Kartu Undangan, Asmujo menciptakan parodi karya Frieda Kahlo. Gambar wajah Asmujo dimasukkan pada pekerjaan Frieda dengan menggunakan teknik komputerisasi. Dia “mengolok-olok” Leonardo Da Vinci Monalisa, dan karya-karya Andy Warhol, Yasumasa Morimura, juga beberapa seniman lokal seperti Anusapati dan Herry Dono. Melalui pameran ini, Asmujo ingin membebaskan diri dari kesucian seni. Kleptosign-nya menunjukan campuran dari tanda-tanda seni.
Namun diakhir, artikel tersebut mengkritisi tentang karya-karya Asmudjo yang terlalu terbawa arus tren dunia seni, yaitu parody dalam seni rupa, post modernitas, dan ketegangan antara lokalitas dan universalitas. Dalam hal ini Asmudjo terkesan hanya mengikuti arus dunia seni, dan tidak ada ide asli dari dirinya sendiri hanya mengadopsi ide ide dari seniman lain. Hal ini sangat disayangkan karena Asmudjo bukanlah orang baru dalam belantika seni Indonesia. Secara keseluruhan, artikel ini cukup objektif dalam memandang karya-karya Asmudjo yang dikemas dalam pameran tunggal pertamanya. 

Seniman Kontemporer Vs. Arsitektur


Huhuuhu udah lamaaaa banget rasanya gak posting di blog tercintah ini. Semua karena tugas kuliah yang menggila dan emang mood buat nulis agak-agak melempem. Akhir-akhir ini aktifitasnya kebanyakan mempertanyakan tentang kehidupan (cailah). Tapi beneran lho, sebagai bentuk implementasi dari kata-katanya Socrates "Hidup yang tidak dipertanyakan adalah hidup yang tidak layak dilanjutkan", dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hidup saya adalah hidup yang amat sangat layak dilanjutkan. hahahha 

Beralih ke apa aja yang terjadi selama saya gak posting di blog ini. Well, semuanya gak ada yang terlalu berubah signifikan. Tapi yang jelas akhir tahun ini bener-bener titik klimaks dari perkuliahan semester ini. Kata "liburan" seakan hanya angan belaka. Beginilah jika semua tugas ditumpuk diakhir, dan hal ini gak cuma masalah mahasiswanya tapi juga dosennya. Ngomongin masalah kuliah rasanya gak akan ada ujungnya, gak jauh-jauh dari tugas dan rasa jenuh yang luar biasa. Tapi bagaimanapun juga harus disyukuri, many people out there wanna stand in my place and have the same chance to study as mine. Alhamdulillah ya Allah.

Okeh lanjut ke masalah kuliah tadi, sebagai informasi aja semester ini saya mengambil mata kuliah eksternal "Sejarah Kesenian" yang ternyata gak seperti bayangan di awal, tugasnya hell yeah bejibun. Semalem saya lembur seperti Bandung Bondowoso, bedanya Bandung bondowoso lembur buat bikin candi kalo saya ngerjain tugas sejarah kesenian. Persamaannya adalah tugas yang kita kerjakan hampir mustahil dikerjakan dalam waktu semalaman.
Salah satu tugas dari mata kuliah tersebut adalah membuat humor mengenai seni rupa kontemporer. Seumur-umur saya belajar baru kali ini ada tugas yang disuruh ngelawak. Tapi apa daya itu dosen yang minta, suka tidak suka mahasiswa tidak berdaya apa-apa. singkat cerita inilah humor buatan saya. eng ing eeeeng:



Humor Sejarah Kesenian:
Seniman Kontemporer Vs. Arsitek
Oleh: Nadya Mentari (0906639051)

Pada suatu ketika ada sepasang kekasih (Arsitek dan seniman kontemporer) yang sedang ngobrol.
Cewe: Kamu kenapa si ngambil bidang seni? Kan prospeknya gak jelas.
Cowo: Kamu tau gak seni itu sangat penting keberadaannya di bumi.
Cewe: Kok bisa?
Cowo: Because the “earth” without “art” is just “eh”
Cewe: Plis deh -_- terus kenapa milih seni rupa?
Cowo: Karena rupa juga penting keberadaannya bagi manusia,
Cewe: Kok bisa
Cowo: Coba kamu sebutin  rupa berulang-ulang
Cewe: Ruparuparuparuparuparuparuparuparuparuparuparuparuparuparuparuparuparuparupa
cowo: Gak sebanyak itu juga kali. Jadinya apa coba?
Cewe: Paru-paru
Cowo: Nah itu dia . Mana ada manusia yang bisa hidup tanpa paru-paru.
Cewe: yeeee itu mah ngeles aja.
Cowo: hhehhhe Tanya lagi donk.
Cewe: Tanya apa?
Cowo: kenapa aku milih seni rupa kontemporer.
Cewe: Yaudah kenapa kamu milih seni rupa kontemporer?
Cowo: Nah itu dia yang paling penting. Kita cocok banget. Kamu arsitek, aku seniman kontemporer. Jadi kalau kamu gambar desain dan gagal, biar aku jadiin lukisan kontemporer. Terus kalau kamu  bikin maket terus gagal, nanti aku jadiin seni instalasi.
Cewe: -_______________-



Lucu gak?
gak lucu ya??
Terserah!
yang jelas tugasnya udah kelar :P
tralalaalla lalala.... lalalalla


*Masih stress tugas miniskrip BIA, laporan Literasi Informasi, dan hasil produk dari Komunikasi profesional dan Kemas Ulang Informasi.
Next to do: Baca Novel! hahahha

senja dan kehidupan


Kita dipertemukan oleh senja,
ketika apa yang kita harapkan hari ini berbayang hari esok

dan kita terseok-seok menjejaki saat-saat terakhir matahari berpijar

Akhirnya kita sadar kehidupan ini tidak melulu mengenai obsesi dan hal-hal yang tak teratasi,

kadang kita hanya harus berhenti dan menikmati hari ini.

Bukankah senja terlalu indah untuk tidak kita kagumi?

Hidup itu anugrah, dan mengapa begitu sulit bagi kita menyederhanakannya.

Mencari Cara Mencari





Matahari menyembul malu-malu.
            Hari ini aku kembali menatap langit, dan bertanya kepada awan: “Dimana dia?”. Namun masih seperti hari-hari sebelumnya mereka hanya bergerak. Dan aku juga sama seperti hari-hari sebelumnya, masih tak mampu menafsirkan gerakan yang kuyakini sebagai jawaban.

Matahari meninggi dengan anggun.
            Aku berjalan diantara akar-akar pohon. Sesekali tersandung dan tersungkur ke tanah. Berpeluh dan berdarah. Aku pernah menanyakan hal yang sama pada pepohonan ini “Dimana dia?” dan kali ini aku tak ingin mendengar jawaban yang sama. Namun seperti hari-hari sebelumnya pepohonan itu hanya menggoyangkan daunnya hingga saling bergesek. Dan seperti yang kau tebak, aku tidak mengerti maksudnya.

Matahari membara dengan gagah.
            Aku rebah di padang rumput yang tidak terlalu hijau. Membaui angin dan membiarkannya menerpa wajah. Lidahku telah kelu untuk mempertanyakan hal yang tiap hari kutanyakan padanya. Dan kali ini hatiku yang berkata “Dimana dia?”, aku tahu angin mendengar, karena kemudian dia berhembus lebih kencang dan aku yakin dia telah menjawab meski dalam bahasa yang tidak aku mengerti.

Matahari meredup dengan damai
            Aku bersandar pada batu besar yang entah sudah berapa lama membisu disana. Menatap sayu senja yang selalu jingga. Entahlah aku tidak mengerti, sesering apapun aku melihatnya, senja selalu membuatku enggan beranjak pergi. Mungkin karena ia menciptakan kedamaian dalam semburat jingganya, hingga membuatku lupa warna lain dunia. Dan seperti hari-hari sebelumnya, aku selalu lupa menanyakan “Dimana dia?” padanya. Lupa. Teramat lupa. 

Matahari menghilang sempurna
        Aku menerawang menatap gelap di balik jendela. Berusaha mencari  relevansi antara hitam dengan gelap. Tak ada lagi yang bisa dilihat di langit selain bulan dan bintang. Mereka seolah merayakan perginya matahari. Aku menyesal lupa menanyakan “dimana dia?” pada senja tadi, tapi aku enggan menanyakannya pada bulan dan bintang yang angkuh. Akhirnya seperti malam-malam sebelumnya aku meneriakkan kalimat yang sama pada gelap “Dimana dia?”. Lagi. Lagi. Dan lagi. Hingga suaraku parau dan menyisakan isak. Tapi gelap masih seperti malam-malam sebelumnya, menjawab pertanyaanku hanya dengan kesunyian. Aku tidak mengerti.

Aku lelah.
Aku ingin menemukannya.


Karena kehilangan adalah hal yang menyakitkan.

Sangat menyakitakan.

We laugh we dance then we cry



(Model: Nova Batsaina Irba)


Akan ada saat dimana kita telah terlalu lelah untuk mengenang.
Tentang hidup yang di teorikan
Tentang  hari-hari yang dikristalkan
Tentang banyak hal.
Bahkan tentang jumlah jari-jari kaki kita sendiri yang terlalu sering mencium bau tanah.


Dan kita sadar hidup demikian adanya.
Lantas kita berjalan, berlari, namun ternyata tersesat dalam diri kita sendiri

Dan kita sadar hidup demikian adanya.
Lantas kita tertawa, menangis, dan akhirnya bising oleh suara kita sendiri.

Dan kita sadar hidup demikian adanya.
Lantas kita menari.


Dan memang apa lagi?

midnight thougt


Tetiba bangun. Dan menyadari semuanya tidak menjadi lebih baik.
Sisa-sisa hujan turun.
Dan masih tidak menjadikan semuanya lebih baik.
See,
Betapa semua ini berkontribusi membuat hidup tidak lagi nyaman untuk dijalani.

J.O.G.J.A


J.O.G.J.A
Amemayu Hayuning Bawana


Pernak pernik Jogjakarta
Gulali, replika sego kucing, dan hal lain yang membuatnya istimewa :)

Jogja.. Jogja.. tetap istimewa…
Istimewa negerinya… istimewa orangnya…
Jogja.. Jogja.. tetap istimewa..
Jogja istimewa untuk Indonesia… (2x)
(Jogja istimewa- Jogja hiphop foundation)

Segitunya kah? Iya emang segitunya!!
Saya bukan orang Jogja, bahkan tak ada satupun keluarga di Jogja. Yang saya tahu tentang Jogja adalah bahwa Jogja itu daerah istimewa dan di buku geografi sering disingkat DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta), tapi yang bikin saya bingung mengapa banyak orang yang nyebutnya “Jogja” padahal jelas-jelas DIY bukan DIJ. Tapi yasudahlah apapun sebutannya yang jelas istimewa. Secara pribadi saya juga lebih suka menyebutnya Jogja, tidak alasan selain karena easy listening. Meskipun tidak ada hubungan apa-apa dengan kota yang banyak sebutannya ini tapi entah kenapa pada saat pertama kali datang ke Jogja rasanya ada setangkup haru dalam rindu seperti yang diungkapkan oleh Katon Bagaskara dalam lagunya “Yogyakarta”. Sebelum datang ke Jogja, bayangan saya tentang kota ini mungkin tidak jauh beda dengan kota-kota lain di Indonesia. Namun ketika pertama kali turun menginjakkan kaki di Stasiun Tugu, semua itu berubah. Entah karena apa, tetapi saya rasa itu karena atmosfir Jogja berbeda. Ya, saya menyukai Jogja karena suasananya yang tak ada di Jakarta maupun kota-kota lainnya, di mana andong, becak saling berjajar, pedagang kaki lima, pengamen dan tentunya masyarakat Jogja yang sangat santun dan berbudaya. Sesuai dengan motonya daerahnya: "Amemayu hayuning bawana" yang artinya mengalir dengan hembusan alam, Jogjakarta adalah kota yang mampu menghidupkan tradisi di zaman modernisasi.
Tidak berlebihan jika rasanya menjuluki Jogja sebagai kota seribu wisata, di mana kita bisa mencari segala macam obyek wisata ada di sana. Mulai dari museum, candi, pantai, gunung, gua, sungai, bahkan saya berpikir setiap daerah di Jogja itu merupakan obyek wisata, karena suasananya. Saya ingin mengunjungi obyek wisata di Jogja yang tidak ditemukan di kota lain tentunya, yaitu pertama adalah kawasan Malioboro sampai Keraton. Malioboro dan Keraton adalah wajah Jogja, belum ke Jogja jika tidak  mengunjungi kedua tempat tersebut. Suasana di Malioboro tidak dapat dijumpai di kota lain manapun. Di tambah dari sisi historinya, dimana dulu Jogja pernah menjadi pusat pemerintahan republik ini. Hal itu yang membuat Jogja Istimewa. Buat yang belum pernah ke Jogja, sekedar informasi saja Malioboro itu cuma jalan trotoar. Ya, cuma jalan trotoar!! Terus apa yang membuatnya begitu terkenal?? Suasananya! Gak akan bisa ditemuin dimanapun.
Tempat lain yang ingin saya kunjungi adalah Hidden Paradise Gunung Kidul, sebuah tempat terpencil di Jogja. Gunungkidul mempunyai obyek wisata yang masih belum terkenal sehingga masih sangat alami. Selain pantai yang berpasir putih dikelilingi bukit-bukit kapur, kabarnya banyak juga gua-gua vertikal yang ada di sana. Ditambah lagi suasana desanya yang alami, di antara batuan kapur dan hutan jati. Saya ingin sekali.
Selain itu, saya pikir obyek wisata yang menarik yang ingin saya kunjungi adalah di daerah pegunungan di kaki merapi. Ingin sekali melihat secara langsung gunung berapi yang sampai saat ini masih aktif itu. Selain wisata gunungnya, sangat menarik sepertinya mengunjungi kebun-kebun salak dan agrowisata di daerah Sleman.
Tentunya, Jogja sebagai kota wisata atau kota tujuan wisata mempunyai kekurangan dalam fasilitas maupun pelayanannya. Di antaranya adalah tata ruang kota yang masih kurang rapih, ditambah lagi volume kendaraan bermotor yang semakin padat membuat kawasan Malioboro dan sekitarnya menjadi terlihat kumuh dan sering macet. Selain itu juga sangat minim sekali akses dan informasi menuju obyek-obyek wisata yang ada di daerah seperti di Gunung Kidul. Sehingga banyak dari kita yang tidak tahu jika ada obyek wisata menarik di sana.
Kenapa harus memilih saya? Simple saja, karena saya cinta Jogja. Dan meskipun bukan orang Jogja, saya sering menjadi tempat bertanya teman-teman yang ingin berlibur ke Jogja (sombong :p). Satu hal yang ingin saya katakan, mungkin sekarang di berbagai daerah sudah menjamur toko-toko yang menawarkan baik itu kerajinan, makanan, dan hal lainnya yang khas Jogja, namun dengan membeli itu semua kita tetap tidak akan pernah bisa mendapatkan “atmosfir Jogja” selain di Jogja itu sendiri. makanya dateng ke Jogja!! Percayalah percayalaaah :)

ini beberapa foto random hasil jepretan di Jogja. jangan ngiler yaa :p

Pengamen di Jogjakarta
Tidak pernah ada pengamen sekeren ini! (Malioboro)

Deretan Becak di Jogjakarta
Deretan becak di sepanjang jalan
Jalan Kaliurang Jogjakarta
Sepanjang Jalan Kaliurang (JAKAL)

Suasana malam di Jogjakarta
Malioboro malam hari

Pantai siung di Jogjakarta
 Pantai Siung.




(Karena banyak komen dari temen-temen yang tertarik untuk liburan ke Jogja, maka dibawah ini saya share sedikit pengalaman saya disana, semoga membantu ^^)

             Saya berangkat dari Depok menggunakan bis Sinar jaya ongkosnya Rp. 75.000 (juni 2011) itu udah kelas bisnis lho. Kata temen saya  yg paling murah itu naik kereta ekonomi ongkosnya cuma Rp. 35.000 cocok bwt yg suka backpacker. Untuk penginapan saya tinggal di tempat teman (mahasiswa suka yg gratis :p). Untuk tarif penginapan di Jogja sangat bervariatif. Di sekitar Malioboro ada yang 80rb/malam. Teman saya ada pernah dapat penginapan yang sangat murah 45rb/malam tapi itu di daerah Pasar Kembang (tau lah image lokasi tersebut). Intinya You get what you pay :) Jogja itu gak bakal puas dijelajahi sehari dua hari!! makanya mendingan  tinggal agak lama disana. Apalagi buat mahasiswa mahasiswa yang liburan panjang. Lebih baik ngekos! Di daerah Sendoro ada kosan yang cozy banget. Tarifnya 700rb/bulan, dan itu udah include kamar mandi dalam (WC duduk), AC, free Wi Fi, dan tempatnya bersih. gak beda jauh ama hotel. Asik banget kan liburan 1 bulan penuh di Jogja! bisa ngubek2 sepuasnya!

                  Untuk kendaran umum memang agak sulit di Jogja. Terutama untuk malam hari. Paling mudah menggunakan Transjogja yang konsepnya sama dengan transjakarta, dengan 3rb saja kita udah bisa keliling Jogja! beroperasinya sampai jam 9 malam kalau tidak salah. Untuk lokasi-lokasi yang sulit dijangkau kendaran umum, lebih baik menggunakan Taxi, Taxi di Jogja bisa di nego diawal hehehe.
Untuk makanan, di Jogja kita dijamin gak bakal kelaparan. Harganya lumayan miring dibandingkan di Jakarta dan kota besar lainnya. Makanan yang paling murah adalah sego kucing, harganya seribu rupiah! Jogja kayak akan kuliner. Jadi menurut saya rugi banget kalau di Jogja makannya KFC atau McD atau Hokben atau hal lainnya yang notabenenya bisa ditemuin dimana-mana. Coba sesekali makan di angkringan and feel the Jogja atmosphere :)
         salah satu tempat makan yang saya kunjungi di Jogja adalah The house of Raminten, disana kita tidak hanya disuguhkan makanan yang lezat tapi juga suasana sakral khas jawa. Bau kemenyan, gamelan jawa, interiornya, kostum pelayannya, pokoknya Recomended bgt! :) Sebenarnya banyak tempat makan yang saya kunjungi seperti Lumpia boom, tempat mpek2, tapi saya lupa namanya. hehehe *maafkansayateman*
         Berhubung saya adalah penikmat kuliner saya hampir menyukai semua makanan khas jogja entah itu bakpia pathok, pia-pia, dll. tapi yang paling saya suka adalah gulali yang dijual abang-abang di malioboro (langka lho), dan  rujak es krim yang suka mejeng di pinggir jalan.
Jogja, everyday is holidaaaaaaay!!!  ^^







mentarinadya. Powered by Blogger.