TALES OF SORROW #2


The Poison of Mind

Le cafe de nuit - Vincent Van Gogh


Aku kecup kau dengan sebuah puisi mungil.
Di suatu pagi, saat matamu masih sayu.
Dan di luar orang-orang berduyun dengan perkara hidup.
Aku dan kau disini, menikmati pagi dengan sebuah puisi.

Aku mengamati setiap kata dari pesan singkat yang tak pernah dihapus sejak 4 tahun silam. Masa lalu tiba-tiba hilir mudik, semua memori seakan muncul memenuhi setiap ruang di kepala saling berbenturan tak terkendali. Untuk kali ini aku membiarkan diriku hanyut ditelan perasaan.

4 tahun lalu, aku bangun tidur dan mendapati puisi tersebut mengisi layar handphone. Aku tersenyum kecil, untuk sejenak merasa terasing dari hingar bingar kehidupan. Berbeda dengan kebanyakan orang lain yang memilih kopi sebagai ritual pagi, aku lebih suka puisi.

 Ah, kopi.
Aku ingat pada senja di sebuah cafe kecil di sudut kota asing yang pernah kita singgahi. Kamu sibuk dengan kopi hitam dan layar HP, aku sibuk mencoret-coret kertas ditemani eskrim stroberi. Sesekali kita mengobrol ringan, memperhatikan kiri kanan atau sekedar menertawakan keadaan.

Ah, mengobrol.
Aku ingat bagaimana dulu kita seringkali mengobrol tentang teori-teori ajaib yang muncul secara tiba-tiba dari kepala kita masing-masing. Tentang bagaimana aku menjelaskan bahwa dengan tidak memiliki rencana berarti menambah porsi keterlibatan Tuhan dalam hidup kita. Tentang bagaimana kau mengajak aku berpikir bergesekan dengan garis yang aku anggap sebagai batas. Tentang hidup yang lebih dari sekedar baik dan buruk. Pada kesadaran tertentu, aku merasa kita adalah racun bagi pikiran masing-masing. Dan untuk pertama kalinya aku merasa senang terkontaminasi.

Di suatu kesempatan, kita menghabiskan senja dengan diam. Menikmati dunia yang perlahan mulai meredup pada sebuah bangku kayu tua menghadap jalan. Kemudian kamu bercerita tentang asal muasal segala sesuatu, tentang hal fiksi yang dikaitkan dengan realitas ataupun sebaliknya, anehnya semuanya terasa masuk akal.

Empat tahun kemudian aku mengingatnya dengan jelas, ketika semua hal yang nyata saat ini terasa samar-samar.

Karena pemberian yang paling kekal adalah pemikiran-pemikiran, meskipun untuk menerimanya kita harus rela teracuni.


mentarinadya. Powered by Blogger.